Membaca Tindak Tanduk China Sikapi Konflik Rusia vs Ukraina

Meski tak ‘bermain’ langsung dalam konflik Rusia Vs Ukraina, China dinilai memiliki agenda tersendiri dalam menyikapi ketegangan kedua negara tersebut. (cnn)

RIE Nwes, Jakarta— Rusia dan Ukraina semakin di ambang perang terutama setelah Presiden Vladimir Putin mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk yang terletak di timur Ukraina awal pekan ini.
Sederet negara mengecam sikap Rusia yang dinilai melanggar hukum internasional, kedaulatan, dan integritas Ukraina sebagai negara tersebut.

Meski menyayangkan ketegangan Rusia-Ukraina, China, sebagai salah satu sekutu dekat Moskow, tidak melontarkan kecaman terhadap sikap Putin.

China bahkan mendesak AS dan sekutunya segera menghormati dan memenuhi tuntutan Rusia soal jaminan keamanan dari NATO. China malah menyalahkan Paman Sam Cs karena “menyebarkan informasi palsu” dan menciptakan ketegangan.

China dan Rusia memang sama-sama menganggap Amerika sebagai “musuh”. Kedua negara sama-sama memiliki satu tujuan, menghentikan pengaruh adidaya AS di kawasan.

Sejumlah pengamat politik internasional melihat konflik Ukraina Vs Rusia saat ini merupakan ujian bagi tekad dan kesetiaan China terhadap Moskow, yang selama ini bertindak sebagai sekutu dekat.

Beberapa ahli menilai China akan mendukung Rusia secara diplomatis dan mungkin ekonomi dalam konflik ini.

Namun, China akan berpikir ulang jika harus membantu Rusia secara militer dalam menginvasi Ukraina. Beijing bahkan dinilai lebih menyukai jika Moskow tidak benar-benar menginvasi Ukraina.

China pun secara konsisten menyerukan agar krisis Ukraina diselesaikan secara damai melalui dialog.

Profesor Hubungan Internasional dari Renmin University, Shi Yinhong, menganggap Rusia dan China menjalin hubungan aliansi semi. Meski berada dalam kubu yang sama, kedua negara tak serta merta membantu pihak yang lain secara militer terkait urusan masing-masing.

Senada dengan Shi, Li Mingjiang, profesor politik internasional dari S Rajaratnam School of Internasional Studies Singapore, juga menganggap China akan berupaya mendukung setiap langkah Rusia secara diplomasi dan politik.

Namun, China akan berpikir ulang sebelum mengerahkan militernya untuk membantu Rusia dalam konflik ini.

“Sama seperti China yang tidak mengharapkan Rusia membantunya secara militer jika berperang dengan Taiwan, Rusia pun tidak mengharapkan China membantu secara militer atas konfliknya dengan Ukraina, juga tidak membutuhkan bantuan seperti itu,” kata Li.

Selain itu, China juga tidak ingin dibuat pusing dengan dampak ekonomi dari invasi Rusia ke Ukraina, terutama di tahun ini ketika Presiden Xi Jinping bersiap mengamankan masa jabatan ketiganya.

China akan memprioritaskan stabilitas di luar negeri dan dalam negeri untuk melancarkan rencana ini dengan tak mengambil risiko.

Kedekatan Rusia dan China bisa diuji. China menjadi satu-satunya negara bersama Rusia yang menolak usulan pertemuan di Dewan Keamanan PBB untuk membahas pengerahan pasukan Rusia di dekat Ukraina, meski akhirnya gagal.
Pada 2014, China juga menjadi satu-satunya negara yang abstain soal resolusi DK PBB yang mendesak negara-negara tak mengakui pencaplokan Rusia atas Crimea.

Dilansir Reuters, setelah invasi Crimea berlangsung, beberapa bank pelat merah dan bank ekspor-impor China bahkan menawarkan pinjaman ke Rusia.

 

Meski begitu, negara Barat pun sudah mewanti-wanti peran China dalam konflik Ukraina vs Rusia ini.

Beberapa pengamat menilai negara Barat tetap akan “bertindak” terhadap pihak-pihak yang mendukung Rusia dalam konflik ini.

“Dengan dunia internasional yang begitu terpolarisasi, mungkin saja Amerika Serikat dan Barat bersatu dalam emngisolasi atau memberikan sanksi kepada China bersama dengan Rusia,” kata Shi.

Awal bulan ini, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price, mengatakan perusahaan China akan menghadapi konsekuensi jika mereka berusaha menghindari sanksi yang dijatuhkan pada Rusia soal invasi ke Ukraina.

“Kami siap untuk emngambil tindakan terhadap negara atau entitas asing mana pun yang berusaha menghindari (sanksi terhadap Rusia),” kata seorang ahli yang familiar dengan pemikiran AS.(rds)

Sumber: www.ccnindonesia.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!